Jumat, 14 September 2012

“♥" Kisah Muti’ah "♥”

Suatu hari, Fatimah Radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, siapakah perempuan yang akan masuk surga pertama kali. Rasulullah menjawab, ”Seorang wanita yang bernama Muti’ah.”

Tentu saja Fathimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang dibayangkannya. Mengapa orang lain, padahal dia adalah putri Nabi?

Timbullah keinginan untuk mengetahui siapakah Mutiah itu. Apa gerangan yang diperbuatnya sampai mendapat kehormatan yang begitu tinggi?

Sesudah meminta izin kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib, Fatimah berangkat mencari rumah Mutiah. Putranya yang masih kecil, Hasan, menangis ingin ikut. Maka digandengnya Hasan.

Tiba di depan rumah yang dituju, Fatimah mengetuk pintu, “Assalaamu’alaikum…!”

“Wa’alaikumsalam. Siapa di luar?” terdengar jawaban dari dalam rumah. Suaranya cerah dan merdu.

“Saya Fatimah, putri Rasulullah.”

“Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini. Fatimah sudi berkunjung ke gubuk saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam, terdengar lebih gembira, dan makin mendekat ke pintu.

“Sendirian Fatimah?” tanya Muti’ah.

“Aku ditemani Hasan.”

“Aduh, maaf ya,” suara itu seperti menyesal. “Saya belum mendapat izin untuk menemui tamu laki-laki.”

“Tapi Hasan masih kecil.”

“Meski kecil, Hasan laki-laki. Besok saja datang lagi, saya akan minta izin kepada suami saya.”

Sambil menggeleng-nggelengkan kepala, Fatimah akhirnya minta permisi.

Besoknya ia datang lagi. Kali ini Husain, adik Hasan, diajak juga. Bertiga dengan anak-anak yang masih kecil itu, Fatimah mendatangi rumah Muti’ah.

Setelah memberi salam dan dijawab gembira, Mutiah bertanya dari dalam, “Jadi dengan Hasan? Suami saya sudah memberi izin.”

“Ya, dengan Hasan dan Husain.”

“Ha! Mengapa tidak bilang dari kemarin? Yang dapat izin cuma Hasan, Husain belum. Terpaksa saya tidak bisa menerima juga.”

Lagi-lagi Fatimah gagal bertemu.

Esok harinya barulah mereka disambut baik-baik oleh Muti’ah. Keadaan rumah itu sangat sederhana. Tidak ada satu pun perabot mewah, namun semuanya teratur rapi.

Ada tempat tidur yang terbuat dari kayu kasar namun tampak bersih. Alasnya putih, agaknya baru dicuci. Bau di dalam sangat segar. Membuat orang betah tinggal berlama-lama.

Fatimah kagum melihat suasana yang sangat menyenangkan itu. Hasan dan Husain pun yang biasanya kurang begitu senang berada di rumah orang, kali ini tampak asyik bermain-main.

“Maaf, saya tidak bisa menemani Fatimah duduk, sebab saya sedang menyiapkan makan buat suami saya,“ kata Muthiah sambil sibuk di dapur.

Mendekati tengah hari, masakan itu sudah rampung. Mutiah menatanya di atas nampan. Juga, menaruh cambuk.

Fatimah bertanya, ”Suamimu kerja di mana?”

“Di ladang.”

“Penggembala?”

“Bukan. Bercocok tanam.”

“Tapi mengapa kau bawakan cambuk, untuk apa?”

“Oh, itu,” Muti’ah tersenyum. “Cambuk itu saya sediakan untuk keperluan lain.”

Fatimah penasaran.

“Maksud saya begini. Kalau suami saya sedang makan, maka akan saya tanyakan apakah cocok atau tidak. Kalau dia bilang cocok, tak akan terjadi apa-apa. Tetapi kalau bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya berikan kepadanya agar punggung saya dicambuk sebab tidak bisa menyenangkan hati suami.”

“Atas kehendak suamimu kah kau bawa cambuk itu?”

“Oh, sama sekali tidak. Suami saya adalah orang yang lembut dan pengasih. Ini semua semata-mata kehendak saya agar jangan sampai saya menjadi istri yang durhaka kepada suami.”

Usai mendengar penjelasan ini, Fatimah minta permisi. Dalam hati ia berkata, pantas ia akan masuk surga buat pertama kali. Baktinya kepada suami begitu besar dan tulus.

Subhanallah., itulah Kunci Surga saudariku., Kesetiaan dan ketaatan seorang istri kepada suaminya..

Rasulullah bersabda : “jika seorang wanita mengerjakan shalat lima waktu, puasa dibulan ramadhan, menjaga kemaluannya dan TAAT KEPADA SUAMINYA maka kelak dikatakan padanya: “masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki.” (HR.Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar